BLANTERWISDOM101

Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung - 6

Rabu, 27 April 2022

 


Oleh: Eko Santosa

5. Budaya dalam Kerja

Kerja tata panggung teater bukanlah kerja yang ringan. Selain kompetensi teknik pembuatan, penataan, dan penyusunan juga diperlukan pemahaman keruangan berdasarkan interpretasi lakon. Seorang penata panggung umumnya dibantu para asisten yang menguasai berbagai bidang yang diperlukan, misalnya desain gambar kerja, perkayuan, pengelasan, dan finishing. Para asisten ini meringankan kerja penata panggung. Dengan sistem atau pola kerja yang ditentukan dengan baik, maka target yang ditentukan akan dapat tercapai.

baca juga :
Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung-1
Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung-2
Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung-3
Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung-4
Antara Makna dan Budaya Kerja: Catatan tentang Tata Panggung-5

Di dalam kelompok teater pofesional yang struktur dan sistem kerjanya telah tertata, hal ini dapat dilakukan. Budaya kerja dapat dengan mudah diciptakan terkait target-target yang mesti dipenuhi mulai dari tahap interpretasi lakon sampai tahap produksi final sebelum pementasan berlangsung. Budaya kerja ini berkaitan langsung dengan disiplin dan etika kerja. Disiplin dan etika dapat ditumbuhkan dalam suasana kerja yang baik. Secara sederhana, seseorang mengerjakan kerangka sebuah kursi dari kayu mesti membutuhkan bahan dan alat. Di mana bahan dan alat itu diletakkan dan bagaimana sisa bahan diperlakukan dan alat kembali disimpan ditempatnya adalah bentuk disiplin dan etika kerja. Bagaimana seorang yang sedang melakukan penggergajian kayu menggunakan kacamata pelindung dan masker penutup hidung agar tidak menghirup debu dan kotoran yang dihasilkan juga merupakan bagian dari disiplin kerja. Bagaimana tahap satu diselesaikan sesuai waktu untuk kemudian dialihkan ke tehap berikutnya yang dikerjakan oleh bidang lain juga merupakan bagian dari disiplin kerja. Bagaimana seseorang pekerja mengesampingkan hal-hal yang tak perlu seperti ngobrol terlalu lama dan menghindari saling memberi instruksi merupakan bagian dari etika bekerja. Jika dicermati, budaya kerja tata panggung dalam produksi teater profesional bisa jadi seperti kerja di pabrik. Namun hal itu dilakukan untuk mencapai hasil terbaik. 

Meskipun situasi dan kondisi kerja tata panggung antara kelompok teater satu dan yang lain amatlah berbeda, namun patokan budaya kerja dalam teater profesional merupakan hal yang penting. Setiap bidang atau bagian kerja tidak boleh turut campur dalam bidang lainnya tanpa adanya hak dan wewenang yang diberikan. Dengan demikian pembagian kerja seturut organisasi produksi patut untuk ditaati. Hal ini akan memberikan pelajaran berharga mengenai kerja kolaborasi yang sudah diarahkan sesuai bidang kerjanya masing-masing. Kerja kolaborasi tidak mesti semua orang terlibat dalam satu kerjaan.

Tradisi teater yang mengedepankan budaya produksi sangat memahami psikologi pembagian kerja. Akan tetapi tidak semua kelompok teater taat pada organisasi kerja yang telah ditentukan. Pandangan artistik atau visi produksi seringkali bergantung hanya pada satu orang saja. Orang inilah, biasanya pemilik kelompok dan sutradara, yang memegang kendali seluruh urusan artistik termasuk tata panggung. Keadaan ini sedikit banyak akan mempengaruhi jiwa produksi karena kemudian pimpinan tersebut memiliki visi tunggal dan bahkan keputusan-keputusan yang tidak bisa dibantah. Pimpinan kelompok teater dalam keadaan ini menjadi pusat dari segalanya. Oleh karena itu, budaya kerja produksi terutama dalam bidang artistik kurang bisa berjalan dengan baik. Dengan keputusan tunggal, maka penata panggung akan ditempatkan sebagai tukang.

Penata panggung tukang di kelompok teater dengan keputusan artistik tunggal dari pimpinan kelompok tidak sedikit jumlahnya. Di dalam teater komunitas dan teater sekolah, hal ini sudah dianggap menjadi kebiasaan atau soal yang lumrah. Karena itu budaya dalam kerja di teater adalah budaya struktural dengan pimpinan kelompok/sutradara sebagai bos besarnya. Budaya dalam kerja yang seperti ini pada akhirnya akan menggeser makna budaya kerja dalam sistem produksi teater rofesional. Alhasil, para punggawa yang ada di dalamnya pun jauh dari pengalaman kerja yang profesional. Seorang penata panggung yang berada dalam kelompok seperti ini sebaiknya menggunakan pengalaman kerja tukang sebagai pengalaman pembelajaran saja dan bukan sistem bekerja. Dengan memahaminya sebagai pengalaman, maka ia akan dapat mengambil beberap hal positif dalam kerja tata panggung namun di saat yang sama tidak membudayakan kerja yang semacam itu. Hal ini sangat penting sebagai bekal bagi penata panggung untuk memasuki dunia profesional pada langkah berikutnya di mana ia tidak hanya sekedar tukang melainkan juga konseptor. Pengalaman tukang adalah pengalaman teknis yang dapat dijadikan modal dasar untuk membuat konsep tata panggung pada produksi yang dikerjakan secara profesional. (**)


Share This :

0 komentar