BLANTERWISDOM101

About

Theare by Request (TbR) adalah teater interaktif improvisasional yang diinisiasi oleh Eko Santosa (Eko Ompong). TbR merupakan projek nirlaba yang dilangsungkan dengan 2 tujuan pokok yaitu mengajarkan dasar-dasar keterampilan teater dan internalisasi nilai diri dan kemanusiaan melalui proses latihan yang menyenangkan dengan pendekatan theatre games, acting games, dan improvisasi. Proses ini diakhiri dengan pementasan/presentasi teater interaktif di mana penonton terlibat aktif dalam pertunjukan. Internalisasi nilai bagi pemain adalah kejujuran (menyadari diri sepenuhnya untuk mau terlibat), keikhlasan (bersedia berperan sebagai apa saja), dan kerjasama (mau bekerja dengan orang lain demi kebaikan bersama) untuk membangun dan meningkatkan rasa percaya diri dalam bersosialisasi. Bagi penonton, internalisasi nilai ada pada terbangunnya komunikasi dan rasa percaya dengan orang lain yang memang patut dipercaya, dalam hal ini pemain, serta apresiasi kritis dan kreatif atas berlangsungnya pertunjukan yang mana pada saat yang sama mereka terlibat di dalamnya.

TbR pertama kali diproduksi dan dipentaskan secara keliling di sekolah-sekolah dan kampus-kampus pada tahun 2010.

Latar Belakang

  • Bagaimana menerapkan pola latihan dan bentuk pementasan yang tepat bagi anggota teater yang sifatnya datang dan pergi (tidak sebagai anggota tetap).
  • Bagaimana menciptakan proses pementasan bagi orang-orang yang ingin berteater namun tidak mau terikat secara profesional, dalam artian teater hanya sebagai hobby atau pengisi waktu di luar kepenatan persoalan sosial yang ada.
  • Bagaimana membuat penonton teater tidak berada dalam kondisi pasif dalam artian hanya menerima jejalan kode artistik yang belum tentu dipahami namun dipaksa untuk datang, melihat, dan mengapresiasi.
  • Bagaimana menciptakan teater sebagai sebuah peristiwa yang menyenangkan dan dapat digunakan sebagai arena tumbuh kembangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks penghargaan seni budaya.
  • Bagaimana menghadirkan peristiwa atau pementasan teater yang dapat dijadikan pembelajaran (pendidikan) mengenai teater dan nilai-nilai di dalamnya baik bagi pemain maupun penonton.

Konsep pertunjukan

  • Teater sebagi media pembelajaran nilai-nilai yang ada di sebalik pertunjukan teater atau bahkan sebagai media pembelajaran teater itu sendiri. Jadi bukan soal estetika dan artistika teater yang dikedepankan melainkan keberfungsian teater sebagai media pembelajaran.
  • Teater bisa dimainkan oleh siapa saja bahkan yang bukan aktor sekalipun namun memiliki keinginan untuk merasakan pengalaman berteater sehingga bukan olah keterampilan akting yang penting melainkan menciptakan pertunjukan secara sederhana, bersemangat, dan bersama-sama.
  • Teater dipentaskan secara improvisasional yang cerita atau bangunan plot pertunjukannya diambilkan dari theatre dan acting game yang diberi struktur sederhana yaitu; pemaparan – konflik - penyelesaian.

Pendekatan latihan

  • Theatre game dalam format pelatihan yang diadaptasi dari Viola Spolin
  • Acting game dalam format pelatihan yang diadaptasi dari Gavin Levy
  • Improvisasi yang diadaptasi dari Keith Johnstone dan Jeanne Leep

Gagasan Bentuk Pementasan:

  • Konsepsi pementasan teater interaktif diadaptasi dari buku Garry Izzo tentang teater interaktif, di mana penonton terlibat atau dilibatkan secara aktif dalam sebuah gelaran pertunjukan teater.
  • Gagasan interakasi model by request di mana penonton boleh memilih cerita, tema, dan menentukan pemain diinspirasi dari gaya penonton televisi yang dapat dengan bebas memilih channel acara maupun stasiun TV dengan menggunakan remote control serta pendengar radio yang bisa memilih dan meminta lagu kepada penyiar dengan cara menelpon ke stasiun radio yang bersangkutan.
  • Di dalam TbR, kedua gagasan ini disatukan di mana peran penyiar dimainkan oleh Host pementasan yang bertugas menawarkan nomor-nomor pertunjukan serta mewartakan nilai-nilai yang terkandung dan bisa dipelajari dalam setiap nomor yang ditampilkan. Interaksi antara penonton dan Host dalam kegiatan ini merupakan bentuk interaksi pertama. Sementara itu ketika sebuah nomor dimainkan, penonton bisa mengontrol jalannya pementasan dengan menggunakan alat atau tata cara tertentu (replikasi dari remote control), dan hal ini merupakan interaksi kedua atau inti yang menghubungkan penonton dengan pemain dalam satu peristiwa teater (pentas). 

Gambaran umum pementasan:

TbR merupakan pertunjukan teater interaktif yang meilbatkan interaksi penonton dalam permainannya. Berbeda dengan teater dramatik yang cenderung menciptakan jarak pemisah antara pertunjukan dan penonton. Jika teater dramatik menampilkan ekspresinya berdasar naskah lakon yang dimainkan, teater interaktif ditampilkan secara improvisasional. Jika teater dramatik menyajikan satu cerita dalam pementasannya, teater interaktif dapat menyajikan puluhan cerita dalam satu rangkaian pertunjukan. Penonton diwajibkan ambil bagian secara aktif untuk menentukan cerita atau adegan yang diinginkan, siapa yang memainkan adegan tersebut, dan bahkan penonton dapat mengontrol jalannya cerita dengan satu aturan permainan tertentu. Dengan demikian, semua orang yang hadir di gedung pertunjukan ikut terlibat dalam pementasan yang disajikan.

TbR  mengajak semua yang hadir dalam pertunjukan untuk saling belajar melalui pementasan teater. Aktor bukanlah seorang bintang yang setelah penampilannya dielu-elukan penonton karena kepiawaiannya bermain karakter, karena sejatinya bukan hanya soal akting yang dapat dipelajari oleh aktor dalam teater. Penonton bukanlah orang yang datang dan dengan pasif menyaksikan pertunjukan tanpa bisa protes baik itu pertunjukan baik, jelek atau bahkan membosankan. Penonton adalah individu yang aktif dan punya hak untuk berpikir kritis, mengkritisi pertunjukan dengan ikut ambil bagian di dalamnya. Oleh karena itu, penonton diberi kemerdekaan dengan memilih nomor atau cerita yang akan dimainkan beserta temanya dan pemain yang akan memainkan cerita tersebut.

Setiap jenis nomor TbR memiliki ciri khas dan keunikan serta mengandung materi pembelajaran teater. Nomor “Apresiasi”, misalnya, "puisi gibberish", di mana satu orang menggunakan bahasa nonsens dan yang lain menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia mengajarkan kreativitas, konsentrasi, pengembangan imajinasi, dan kerja sama. Dalam konteks ini, host dapat mengajukan pertanyaan kepada audiens setelah presentasi. Misalnya, apakah kinerja "puisi omong kosong" membutuhkan konsentrasi? Imajinasi? Kerja sama? Siapa yang harus lebih fokus dan konsentrasi, pembaca atau penerjemah?

Nomor “Kontrol” mengajarkan penonton bagaimana mengarahkan pemain dan bagaimana pemain mengikuti sutradara. Hubungan kerja semacam ini antara sutradara dan pemain teater mengajarkan bahwa keadaan yang terkendali diperlukan.

Nomor “Replay” mengajarkan penonton tentang interpretasi dari drama tersebut. Sebuah pemandangan dapat disajikan dengan nuansa dan cita rasa yang berbeda tergantung dari sudut pandangnya. Misalnya, adegan-adegan yang memiliki tensi tinggi bisa menjadi komedi ketika unsur emosi para tokohnya diubah menjadi suasana heboh.

Sedangkan dalam Nomor “Interaksi Verbal”, penonton diajak untuk bersama-sama menciptakan teater spontan. Misalnya pada nomor "End by Audience", host berhenti di tengah adegan dan meminta penonton untuk memberikan ending adegan tersebut. Pemain harus mengikutinya. Dalam Nomor jenis, penonton didorong untuk membuat pertunjukan teater secara langsung.

Nilai-nilai kemanusiaan atau nilai-nilai budi pekerti yang dapat dipelajari dari TbR dapat diambil dari setiap presentasi nomor atau dari keseluruhan rangkaian pementasan. Nilai terpenting yang harus disampaikan oleh host di awal pementasan adalah perlunya kejujuran, keikhlasan, dan kerjasama dalam teater. Pementasan tidak akan bisa berjalan tanpa kerjasama penonton. Ketika salah satu penonton maju, host mengatakan bahwa pemain dan penonton tidak saling mengenal, tetapi pemain ingin bekerja sama dengan penonton dan sebaliknya. Ketika penonton mengontrol pemain dengan kode tertentu, pemain dengan rela mematuhinya dengan jujur. Jika tidak jujur, maka akan menimbulkan ekspresi yang dangkal.

Demokrasi juga diajarkan di TbR dimana penonton bebas menentukan Nomor dan memilih pemain. Dalam demokrasi, dibutuhkan rasa saling menghormati. Selain itu, sifat keberanian dimunculkan dalam TbR dimana penonton harus berani memilih dan host akan memberikan motivasi bagi mereka. Ketika adegan dari salah satu jenis nomor yang dipilih akhirnya dilakukan, semua orang harus berkumpul untuk mematuhi aturan yang telah disepakati. Begitu aturan dilanggar, maka adegan yang disajikan tidak akan berjalan dengan baik.

0 komentar