BLANTERWISDOM101

Menyutradarai Aktor: Sebuah Catatan -5

Rabu, 26 April 2023


Oleh: Judith Weston

(diterjemah bebas oleh Eko Santosa dari bagian Introduksi buku, Directing Actors Creating Memorable Performances for Film and Television, tulisan Judith Weston, terbitan Michael Wiese Production tahun 1996) 

Hubungan Aktor dan Sutradara 

Para aktor berkualitas baik, sekilas, akan terlihat memudahkan pekerjaan penyutradaraan. Teknik mereka telah menubuh, mereka terlihat telah “menjadi” tokoh yang diperankan, gerak-gerik dan gaya bicara mereka seolah memang keluar dari rangsang dan kehendak tokoh peran, sisi perasaan yang mereka tampilkan sungguh kuat dan meyakinkan. Mereka tidak terlihat melakukan latihan, mereka terlihat seperti meyampaikan kata-kata mereka sendiri, mereka terlihat berimprovisasi. Bagi masyarakat umum, mungkin terlihat seolah-olah sang aktor harus persis seperti tokoh yang diperankan dan tidak harus melakukan pekerjaan apapun untuk memainkan peran tersebut. Bagi orang yang memahami kebutuhan pertunjukan (berakting), penggambaran semacam itu merupakan sentuhan Ilahi, sebuah keajaiban.

Teknik ketat dan detail yang hati-hati akan menuju kepada hasil (sajian) yang baik. Hal-hal yang patut diperhatikan dan dipahami adalah dunia aktor, peralatan kerja mereka, sumber daya, dan latihan. Kadang-kadang beberapa sutradara bertanya, mengapa saya menyarankan para sutradara untuk memahami para aktor. Apakah sutradara harus memonitor dalam setiap pilihan laku? Apakah sutradara mesti mengarahkan aktor melalui latihan metode “memori emosional”? Jika aktor memliki masalah, mestikah sutradara memberikan pelajaran akting di lokasi syuting? Seberapa besar tanggung jawab yang dimiliki sutradara dalam hal penampilan para aktor?

baca juga : Menyutradarai Aktor: Sebuah Catatan -4

Akting dan penyutradaraan adalah dua pekerjaan yang berbeda. Tentu saja seperti itu karena saya pikir sutradara dan aktor masing masing semestinya bebas melaksanakan pekerjaannya yang mana saya percaya bahwa sutradara aktor mesti lebih dari paham mengenai aktor dan akting. Inilah mengapa para aktor belum tentu secara otomatis mengerti bagaimana cara mengarahkan aktor. Itu dua kemampuan yang berbeda.

Di sinilah soal pokok yang kadang-kadang menyakitkan, seringkali membuat frustrasi tetapi berpotensi menggembirakan hubungan, yaitu sutradara adalah orang yang mengamati dan aktor adalah orang yang diamati. Aktor terbuka untuk disaksikan karena itu rentan. Kontribusi sukses aktor terletak pada kemampuan dan kehendaknya untuk mengijinkan dirinya diamati tanpa ada keinginan untuk mengamati dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa dia mesti menyerahkan sepenuhnya pada perasaan, rangsangan, dan pilihan (keputusan) kecil tanpa perlu tahu apakah berhasil atau tidak. Jika dia mengamati dirinya sendiri, hubungan antara pengamat dan yang diamati menjadi rusak dan keajaiban bisa sirna. Ia bergantung pada sutradara untuk berdiri berhadapan dengan penonton dan mengatakan padanya apakah usaha yang telah ia lakukan berhasil. Ia tidak bisa mengevaluasi penampilan dirinya sendiri. Paradoks utamanya adalah kebebasan aktor justru berada pada situasi dependensi (kebergantungan) ini. 

Anda adalah seseorang yang berhat berkata, “Ya, itu bagus. Cetak,” atau “Tidak, kita perlu mengambilnya lagi.” Hal ini merupakan tanggungjawab raksasa. Sangat sulit bagi sutradara yang kurang bisa memahami hal ini. Anda adalah pelindung, hanya Anda yang boleh mengatakan bahwa pekerjaan ini baik atau buruk. Anda harus membuat yakin bahwa pekerjaan yang telah dilakukan berjalan baik dan aktor juga tampak baik, dan oleh karena itu Anda harus tahu apa itu kerja yang baik dan apa yang tak baik. 

Kadang-kadang para aktor yang cerdas akan menahan diri sampai mereka memutuskan bahwa mereka mempercayai selera, intelegensi, dan pengetahuan Anda. Jika aktor sudah menyatakan bahwa sutradara tidak bisa mengubah sesuatu yang biasa menjadi istimewa atau tidak memahami naskah atau tidak bisa bercerita melalui kamera, maka akator akan mencabut dirinya dari hubungan aktor-sutradara dan ia mulai memonitor penampilannya sendiri. Ia mengamati dirinya sendiri, ia menyutradarai dirinya sendiri.

Hal ini pertanda buruk. Jika aktor mengerjakan pekerjaan orang lain seolah pekerjaannya sendiri, ia tidak akan bisa sepenuhnya memberikan perhatian pada pekerjaannya sendiri. Hal ini menyedihkan karena pekerjaan aktor adalah berserah, demi menghidupkan peristiwa dari momen ke momen dalam lingkungan yang diciptakan dengan struktur tertentu dan aktivitas memonitor diri sendiri akan mendistorsi apa yang dimonitori. Kemudian akan tampak bahwa ia bermain begitu karena ia melihat dirinya sendiri. Para aktor berpengalaman yang bekerja dengan sutradara yang kurang baik akan dihadapkan pada dilema dan mesti membuat keputusan, apakah mengikuti arahan yang payah atau menyutradarai diri mereka sendiri. Sementara, aktor yang kurang berpengalaman akan bergantung sepenuhnya pada arahan yang diberikan sutradara tersebut.

=== bersambung ===


Share This :

0 komentar