BLANTERWISDOM101

Pencarian Dalam Teater 2

Kamis, 14 Oktober 2021


 Oleh: Eko Santosa

Hasil pencarian mendalam atas teater dapat melahirkan model yang bertahan lama atau hanya bertahan pada masa tertentu saja. Selain itu model yang dilahirkan dan mampu menyerap apresiasi luas dapat memicu munculnya para pengikut (follower). Namun lepas dari lamanya waktu bertahan serta kuantitas follower, peribahasa mengatakan bahwa, “Lebih baik menjadi kepala semut daripada ekor gajah”. Artinya, menjadi pemimpin dalam kelompok kecil lebih berarti dibandingkan menjadi pengikut meskipun itu kelompok besar. Mentalitas pencari mestinya menanamkan peribahasa ini dalam dirinya. Meskipu ada satu masa dia menjadi pengikut, terutama ketika belajar, namun pada masa berikutnya ia mesti lahir menjadi pemimpin. Kepempimpinan ini akan tampak ketika usaha pencariannya menemukan hasil dan diapresiasi.

baca juga : Pencarian Dalam Teater 1

Terpeliharanya mental dan semangat untuk menjadi pemimpin menjadikan pelaku teater tidak hanya sekedar menerima dan menjalankan konsep tanpa interpretasi ulang. Selama masa belajarnya dalam melakoni teater, ia mesti menumbuhkan berbagai macam pertanyaan dari keraguan. Jika keraguan tidak pernah muncul selama masa belajar dan ia hanya menerima seluruh instruksi dengan tanpa re-interpetasi, maka akan sulit terlahir kepala semut. Keraguan yang melahirkan pertanyaan membutuhkan jawaban dan jawaban terberi semestinya melahirkan pertanyaan baru hingga sampai pada titik di mana tidak ada lagi pertanyaan untuk itu. Ketiadaan pertanyaan ini bukan kemudian tidak akan menimbulkan pertanyaan lagi, namun menjadi semacam simpulan sementara dalam bentuk pemilahan jawaban-jawaban atas pertanyaan. Dalam bahasa sederhana, aktor yang sering ragu dan bertanya akan menemukan jawaban atas sebuah pertanyaan yaitu, akting seperti ini boleh asalkan memenuhi syarat tertentu, atau akting semacam ini tidak boleh karena alasan tertentu. Tentunya berbeda dengan aktor follower yang tidak pernah ragu sehingga mengikuti saja instruksi tanpa perlu tahu mengapa akting semacam itu boleh atau tidak boleh. 

Proses dialektis dalam rangka pencarian teater dapat diambil dari relasi pemikiran antara Stanislavski, Anton Chekhov, Yevgeny Vakhtangof. Usaha tidak kenal lelah Stanislavski dalam mencari makna akting dan sistem pelatihannya menyokong lahirnya gaya pementasan dan akting naturalisme. Ia menghendaki bahwa teater mesti menampilkan kenyataan apa adanya. Sementara itu, Anton Chekhov kurang menyetujui hal ini karena teater adalah seni, oleh karena itu tidak bisa serta merta hanya mengkloning kehidupan di atas pentas. Teater sebagai seni membutuhkan sentuh ulang pekaryanya. Artinya, kenyataan dalam kehidupan berbeda dengan kenyataan di atas panggung. Dua pendapat ini kemudian, meskipun sama-sama berbasis pada kenyataan hidup yang mesti ditampilkan di atas pentas, mendorong tumbuhnya gaya realisme dan naturalisme yang jejaknya masih dapat dijumpai sampai hari ini. 

Vakhtangof, yang pada saat itu merupakan aktor dan murid Stanislavski, menyepakati pendapat Chekhov. Namun ia tidak serta merta setuju begitu saja tanpa olah pemikiran. Apa yang disetujui Vakhtangof adalah upaya sentuh ulang pekarya atas karya yang akan ditampilkan meskipun karya tersebut berbasis kenyataan. Ia mengajukan pemikiran bahwa yang disebut kenyataan adalah kehidupan sesungguhnya, sementara itu, lakon yang ditulis oleh Chekhov meskpiun berbasis kenyataan tetap saja telah mengalami sentuh ulang penulis. Oleh karena itu, lakon tidak bisa dikatakan sebagai kenyataan yang sesungguhnya karena telah mengalami sentuh ulang. Jika demikian, maka sutradara pun berhak untuk atau mesti melakukan sentuh ulang lakon yang diwujudkan ke dalam pementasan. Dengan pemikiran semacam ini, Vakhtangof mengembangkan teater realisme fantastik di mana tata artistik tampil secara teatrikal sementara gaya akting para aktor tetap realis. Penetapan gaya realis pada aktor dimaksudkan sebagai penanda bahwa memang peristiwa yang disajikan oleh para aktor berdasarkan pada kehidupan nyata.

Proses tanya-jawab pemikiran yang diikuti dengan proses produksi seperti di atas memberikan gambaran bahwa upaya pencarian dalam teater memang harus ditempuh dengan tidak sekedar menjadi pengikut. Stanislavski tidak sekedar mengikuti realisme lakon Chekhov dalam penggarapannya. Pun demikian dengan Vakhtangof yang tidak sekedar mengikuti pemikiran Chekhov ataupun model garapan teaternya Stanislavski. Meski ketiganya masuk dalam rumah besar realisme, namun setiap individu memiliki pemikiran dan upayanya sendiri untuk melakukan pencarian sesuai naluri dan kepuasan artistik masing-masing.

=== bersambung === 


Share This :

0 komentar