BLANTERWISDOM101

Anekarupa Teater dalam Lomba - 7

Kamis, 26 Agustus 2021

 


Oleh: Eko Santosa

7. Teater Juknis

Lomba atau festival teater selalu tidak lepas dari hal-hal teknis penyelenggaraan. Mulai dari tata cara lomba hingga sampai poin penilaian menjadi konsentrasi panitia dan peserta. Dari sisi panitia, perkara teknis ini tentunya telah dibincangkan lama dan kemudian dituangkan menjadi panduan lomba. Panduan tersebut ada yang digunakan oleh panitia, Juri, dan ada yang diperuntukkan khusus bagi peserta. Bagi panitia, panduan tersebut diikuti selama pelaksanaan lomba berlangsung. Bagi Juri, panduan tersebut akan mengarahkannya pada pokok-pokok penilaian. Bagi peserta panduan tersebut digunakan sebagai acuan dalam membuat karya yang akan dipresentasikan dalam lomba.

baca juga : Anekarupa Teater dalam Lomba - 6

Umum, panduan ini disebut sebagai petunjuk pelaksanaan atau juklak dan petunjuk teknis atau juknis. Peserta lomba teater sebagian besar lebih fokus pada juknis karena juklak biasanya berisi besaran pelaksanaan lomba saja. Istilah juknis ini sudah sangat membumi, terutama bagi teater sekolah. Dalam setiap pelaksanaan lomba teater sekolah di berbagai tingkatan dan wilayah, juknis ini selalu diperbincangkan. Oleh karena itu, ketersediaan juknis terkait dengan waktu persiapan pembuatan karya menjadi sangat penting artinya. Ketika juknis sudah ada jauh hari sebelum lomba dilaksanakan, maka peserta memiliki banyak kesempatan untuk menyiapkan karya. Namun, ketika keberadaan juknis terlalu dekat dengan pelaksanaan lomba, maka peserta pun akan kelabakan dalam mempersiapkan karyanya. 

Di dalam pelaksanaan lomba teater tingkat nasional yang mesti diikuti peserta secara berjenjang, kebutuhan akan juknis menjadi semacam kebutuhan pokok. Jika persebaran juknis tidak segera dan merata, dalam arti semua daerah mendapatkan dengan segera, maka para peserta hanya bisa meraba, hal-hal teknis yang dipersyaratkan dalam lomba. Banyak pengalaman mengabarkan bahwa di dalam lomba teater sekolah tingkat nasional yang diadakan setiap tahun pun persebaran juknis tidak segera dan merata. Akhirnya pada pelaksanaan jenjang daerah, juknis tahun sebelumnya yang dipergunakan dengan harapan juknis nasional juga masih sama. Jika kebetulan juknis tidak banyak perubahan, terutama dalam poin artistik, maka tidak terlalu menjadi masalah. Namun jika banyak yang berubah, maka otomatis masalah besar menimpa peserta di mana dalam waktu tersedia mesti mengubah karya agar sesuai dengan poin penilaian yang ada pada juknis.

Saking pentingnya juknis ini, banyak peserta yang membincangkannya sebelum lomba dilaksanakan. Kriteria-kriteria yang ada pada juknis tahun sebelumnya seringkali menjadi perdebatan ketika disandingkan dengan kualitas karya pemenang. Meski demikian, perdebatan yang terjadi lebih bersifat sharing di antara mereka dan seringkali menghasilkan usulan-usulan terkait penilaian. Hal yang membuat menarik adalah ketika terjadi perubahan besar dalam juknis. Misalnya, menyangkut jumlah personel, durasi waktu per karya, dan jenis karya. Ketika hal ini terjadi, maka calon peserta akan riuh, apalagi ketika juknis nasional beredar dalam rentang waktu yang tidak panjang jaraknya dengan pelaksanaan lomba. Ditambah lagi ketika karya yang disajikan di tingkat daerah kriterianya juga tidak sesuai dengan kriteria nasional. Kondisi ini akan membuat peserta kalang kabut dan berusaha keras untuk mengubah karyanya sesuai dengan kriteria. Satu proses yang berat, namun juga seringkali terjadi.

Pada sisi lain di mana juknis tidak banyak berubah dari tahun ke tahun atau kriterianya masih setara, maka peserta lebih bisa tenang dalam mempersiapkan karyanya. Akan tetapi, hal ini juga tidak bisa dipastikan begitu saja mengingat waktu persebaran juknis seringkali kurang berjarak lama dengan pelaksanaan lomba. Riuh-rendah soal juknis ini, pada akhirnya membawa pengaruh besar pada peserta lomba. Mereka akan meributkan perkara juknis ini dan terkadang seolah juknis lebih penting daripada kualitas karya. Ketiadaan juknis, diakui atau tidak, akan membuat peserta gamang untuk memulai proses karyanya.

Perbincangan seputar juknis sebelum lomba juga akan melahirkan teater juknis, terutama ketika dikaitkan dengan penialian dan kejuaraan. Teater juknis adalah teater yang lebih sibuk memperhatikan juknis daripada kualifikasi artistik karya. Seolah karya yang benar-benar patuh pada juknislah yang akan menjadi juaranya. Pada sisi teknis memang bisa jadi demikian, namun pada sisi artistik tentu saja tidak. Teater adalah seni yang hidup, pun demikian dengan dewan Juri yang menilai karya tersebut. Karena itu kualifikasi artistik yang muncul dari seni yang hidup itulah yang akan dinilai. Jadi, kualitas artistik lebih penting daripada petunjuk teknis lomba. Meskipun begitu, karya yang baik namun berada jauh di luar kriteria lomba dalam juknis, juga tidak akan tampil sebagai juara. Oleh karena itu, fokus pada kualitas karya yang disesuaikan dengan petunjuk teknis yang ada lebih utama dibanding fokus pada petunjuk teknis sehingga karya menyesuaikannya.

=== bersambung ==== 


Share This :

1 komentar

  1. Bonuses and the variety of bonus features differ depending upon the game. In different bonus rounds, the participant is offered with a number of} objects on a display from which to choose on}. As the participant chooses objects, quantity of|numerous|a selection of} credit is revealed and awarded. Some bonuses use a mechanical gadget, 카지노사이트.online corresponding to a spinning wheel, that works aspect of} the bonus to display the amount received. The critiques of any igaming trade primarily cope with the video games offered by the particular on line casino.

    BalasHapus