6. Teater Dana
Pengalaman kelompok teater satu dengan kelompok teater lain dalam upaya penubuhan dan pengembangannya sangat berbeda. Beberapa kelompok teater sekolah mengandalkan hanya pada waktu, sarana, prasarana serta dukungan yang ada. Beberapa kelompok teater mampu menambah jumlah waktu latihan dan mendatangkan pelatih khusus. Ada pula kelompok teater yang muncul jika hanya ada perlombaan dan ada pula kelompok teater yang memiliki dana berlebih. Dari masing-masing muncullah kreativitas penciptaan teater yang berbeda. Kualitas ini seringkali tidak berbanding lurus dengan kondisi dasar yang dimiliki sebuah kelompok teater. Ada kelompok teater yang tidak memiliki banyak faktor dukungan tetapi mampu tampil kreatif dan konsisten, namun ada juga yang sebaliknya. Di dalam konteks lomba atau festival, kondisi awal satu kelompok ini seringkali dijadikan alasan baik untuk kualitas karya maupun konsekuensi kejuaraan yang dimiliki.
baca juga : Anekarupa Teater dalam Lomba - 5
Kelompok yang tidak tampil sebagai juara menggunakan dalih kekurangan faktor dukungan atau lemahnya pemain sebagai alasan. Kelompok yang tampil sebagai juara seringkali dituding sebagai kelompok yang mendapatkan dukungan berlebih dari berbagai pihak dan atau berpengalaman sehingga wajar saja keluar sebagai juara. Namun dari semua peserta lomba terkadang muncul teater dana yang memiliki faktor dukungan finansial berlebih namun belum tentu menjadi juara. Teater dana ini umumnya lahir karena antusias anggota kelompok atau kalau di teater sekolah adalah peran besar orang tua dalam memberikan dana sukarela demi mendukung penampilan anaknya. Teater dana jika keluar sebagai juara akan dianggap wajar, namun jika tidak, maka beberapa sindiran akan dilayangkan. Satu hal yang biasa dalam sebuah lomba namun satu hal yang tidak biasa untuk teater dana. Karena sangat jarang kelompok teater sekolah mendapatkan support dana.
Dalam keadaan memiliki dana, kelompok teater terkadang terjebak pada mendahulukan kepentingan pemenuhan kebutuhan tata artistik sehingga mengesampingkan capaian kualitas pemeranan. Kondisi ini sangat bisa terjadi karena pemenuhan tata artistik membutuhkan proses yang tidak sederhana. Tata panggung, busana, rias, ilustrasi musik, dan tata cahaya membutuhkan kecermatan pentaan untuk mencapai harmoni. Jika waktu dan dana yang tersedia banyak diluangkan untuk kepentingan tata artistik, yang biasanya idealis, karena ada dananya, maka sangat mungkin berakibat pada kurangnya kesempatan untuk pengarahan pemeran. Menurut pengalaman, hal ini juga didukung dengan kondisi bahwa pada umumnya sutradara (pengarah pemeran) juga merupakan konseptor tata artistik. Kerja besar mengarahkan pemeran dan menkonsep tata artistik yang mana dalam pelaksanaannya juga seringkali konseptor ikut terlibat dalam pembuatan, penyusunan, dan penataan seringkali membawa akibat berat sebelah yang dalam hal teater dana, justru pemeranan yang lebih sedikit mendapat perhatian.
Titik berat pada tata artistik ini memiliki alasan kuat jika teater dana tersebut baru saja mendapatkan dukungan dalam hal pendanaan. Artinya, selama belum menjadi teater dana, justru tata artistik yang tampil sederhana untuk mendukung kualitas pemeranan. Namun ketika dana tersedia, yang terjadi adalah sebaliknya. Lain halnya jika teater dana ini telah eksis cukup lama sehingga faktor dukungan dana dapat benar-benar dimanfaatkan untuk menguatkan tata artistik dan kualitas pemeranan.
Satu hal yang menjadi kelebihan dari teater dana adalah kreativitas artistiknya bisa menjadi lebih terbuka. Dalam konteks lomba, mereka terkadang tidak memikirkan kejuaraan namun lebih pada ekspresi artistik sesuai gagasan yang ada. Karena keberadaan dana yang memungkinkan, maka pelaku tater dapat mengujicobakan gagasan artistiknya dalam sebuah pementasan. Oleh karena itulah, tampilan pementasan yang memuaskan lebih penting daripada pencapaian kejuaraan. Namun sekali lagi, dalams setiap lomba konsekuensi logis atas kejuaraan menjadi niscaya. Pengeluaran biaya berlebih namun pulang dengan tangan kosong pasti akan menyisakan sedikit rasa kekecewaan. Apalagi ketika mendengarkan tanggapan peserta lain. Untuk teater sekolah, kondisi ini memang sangat riskan kecuali memang semangat pendidikan seni telah mengakar kuat sehingga tujuan beruba pencapaian kesadaran artistik bagi siswa lebih penting daripada segalanya.
=== bersambung===
0 komentar