Oleh: Eko Santosa
4. Teater Hafalan
Festival teater dalam berbagai kelompok peserta, utamanya sekolah, umumnya diselenggarakan tahunan. Jadi sangat memungkinkan jika seorang pelatih mengikuti fesitval yang sama selama puluhan tahun. Jejak perjalanan dan perkembangan festival ia ikuti dengan baik. Berbagai macam pengalaman telah ia jumpai sampai akhirnya ia betul-betul memahami seluk-beluk festival tersebut. Karena pengalamannya ini, maka ia seolah telah hafal detail pelaksanaan festival tersebut hingga sampai model penentuan kejuaraannya.
baca juga : Anekarupa Teater dalam Lomba - 3
Ketika pelatih ini melatih sebuah kelompok teater sekolah, maka bisa dimungkinkan ia akan menggunakan pengalamannya untuk mengatur strategi agar kelompoknya tampil sebagai pemenang. Dalam bahasa sederhana, ia akan bermain aman. Artinya tidak mau lagi bereksperimen atau menemukan ekspresi artistik baru dalam menyajikan pertunjukan teater. Ia akan merasa enak berada di zona nyaman, dan pemahamannya mengenai festival tersebut akan ia gunakan seoptimal mungkin. Jadi lebih baik menjadi teater hafalan yang paham betul sifat festival yang diikuti tetapi punya harapan besar meraih kejuaraan ketimbang menjadi teater yang tampil dengan kreativitas baru.
Namun demikian, sebenarnya ada hal yang kurang mengenakkan dari teater hafalan semacam ini. Jika menang, maka ia tidak akan mendapatkan kepuasan optimal, tetapi sebaliknya, jika tidak mampu tampil sebagai juara, rasa kecewanya akan melebihi peserta lain. Memang, memahami seluk-beluk sebuah festival sebenarnya bukanlah jaminan untuk tampil sebagai juara. Bagaimanapun juga sebuah karya seni itu akan selalu hidup, artinya, unsur-unsur penilaian bisa saja tetap namun sajian atau penampilan karya semestinya memberikan sesuatu yang baru. Orang awam pun juga akan merasa bosan jika disajikan tampilan yang itu-itu saja. Kecenderungan bermain aman dalam teater hafalan mesti akan mengedepankan aspek-spek yang dinilai sehingga lama-kelamaan karyanya tampil dengan pola dan struktur yang sama. Disadari atau tidak, karya-karya semacam ini kemudian akan menjadi kerajinan. Sesuatu yang dibuat secara berulang-ulang sehingga menepikan kreativitas yang menjadi ruh dari seni.
Kelompok teater tentunya tidak akan nyaman dengan kondisi semacam itu. Daya cipta dan kreasi semestinya terus diasah di dalam kerja teater. Berbagai hal baru sesuai perkembangan zaman sebisa mungkin menjadi inspirasi dalam mengembangkan karya. Memang tidak mudah tetapi adanya teater hari ini harus disadari bahwa hal itu terjadi karena teater di masa lalu senantiasa memperbarui diri. Keberadaan teater hari ini pun semestinya membawa semangat untuk terus berlanjut di kemudian hari dalam waktu lama. Semangat ini berbeda sekali dengan teater hafalan yang mencipta karya berdasar pola atau formula tertentu. Dalam perjalanan waktu, bisa jadi proses seperti yang dilakukan oleh teater hafalan akan membekukan kreativitas.
Akan tetapi, sekali lagi dalam lomba atau festival teater kejuaraanlah yang mesti diraih. Kualitas karya terbaiklah keluar sebagai pemenang. Oleh karena itu, apa yang dikerjakan oleh teater hafalan tidak sepenuhnya salah memang. Mengedepankan siasat ketimbang artistik dalam festival atau lomba diperbolehkan selama tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Apalagi ketika pemenang dianggap sebagai yang terbaik, maka segala siasat yang telah ditempuh seolah lesap menjadi pencapaian artistik. Kondisi inilah yang sering melingkupi arena lomba sehingga memunculkan berbagai macam jenis teater untuk meraih kemenangan. Padahal di dalam kenyataan tidak selamanya juara pertama akan bertahan dalam kehidupan nyata teater. Banyak teater profesional yang berkualitas dan bertahan namun tidak pernah menjadi juara pertama. Karena memang kehidupan teater tidak ditentukan oleh kejuaran, melainkan kemauan dan kehendak untuk bertahan dalam menawarkan nilai kemanusiaan secara artistik kepada masyarakat.
=== bersambug ====
0 komentar