BLANTERWISDOM101

Pekerjaan dalam Teater “Kerja”

Minggu, 28 April 2024

 Oleh: Robert Cohen dan Donovan Sherman

(diterjemah bebas oleh Eko Santosa dari Bab 1 buku, “Theatre Brief Eleventh Edition”, karya Robert Cohen dan Donovan Sherman, diterbitkan McGraw-Hill Education, New York, tahun 2017)

Teater dapat menjadi lapangan kerja bagi profesional dan kerja sambilan bagi para amatir. Dalam kasus lain, teater adalah karya. Laku fundamental teater terlihat cukup sederhana: aktor menirukan tokoh (karakter) dalam pertunjukan hidup (live) berdasar lakon. Namun sebagian besar jumlah pekerja terlibat dalam aktivitas ini, mulai dari desain dan kreasi set dan peranti, orientasi pencahayaan, sampai pada pengarahan aksi para aktor – dan juga waktu tak terbatas yang mesti dilalui untuk saling mengasah keterampilan dan berkolaborasi antara seniman satu dengan seniman lainnya. Kita dapat menyusun jaringan luas pekerjaan ini ke dalam empat kategori besar, yaitu kerja, seni, peniruan, dan pertunjukan – masing-masing perlu mendapatkan atensi individual.

Kerja

Teater adalah kerja keras. Secara normal, waktu latihan dalam sebuah produksi teater minimum empat sampai enam minggu, yang sebelumnya telah didahului paling tidak dengan beberapa aktivitas – seringkali dalam hitungan bulanan bahkan tahunan – mulai dari menulis, riset, merencanakan, memilih pemain, dan menyusun tim produksi. Pekerjaan keras seniman teater pada minggu terakhir sebelum hari pertama pementasan sudah banyak diketahui; tujuh hari kerja dalam seminggu tanpa henti menjadi lumrah, pengeluaran biaya dan semangat semakin intens, dan hampir tidak ada istirahatnya. Industri teater memungkinkan untuk mempekerjakan ratusan orang dengan kedayaserapan yang berbeda untuk mencapai hasil. Sebagian besar orang bekerja di belakang panggung di mana penonton tidak bisa menyaksikannya; dengan tenang, tak terlihat mereka membuat semuanya berjalan baik. Ada banyak bidang pekerjaan di dalam teater, satu kerja pokok yaitu manajemen panggung, memiliki tugas koordinasi untuk semua aktivitas.

Beberapa bidang kerja dalam teater dapat digolongkan bergantung keterampilan yang mesti dimiliki atau diperlukan:

Memproduksi; termasuk menyediakan semua yang diperlukan, personil, tempat, keuangan atau pendanaan; mensupervisi seluruh produksi dan usaha promosi, mengurus segala perizinan, dan mendistribusikan semua proses sesuai perencanaan.

Menyutradarai; merupakan pekerjaan mengontrol dan mengembangkan produk artistik dan mewujudkannya dalam kesatuan visi, mengoordinasikan semua komponen, dan mensupervisi latihan. 

Berakting; dipahami sebagai bidang pekerjaan paling dikenal dan menyolok di dalam teater di mana aktor memerankan tokoh lakon.

Mendesain; pekerjaan yang membutuhkan kreasi elemen visual dan aural dari sebuah produksi, termasuk di dalamnya dekorasi, peranti, busana, wig, rias, cahaya, suara, program, iklan, dan kebutuhan suasana dari set/lokasi. 

Membangun atau membuat; termasuk realisasi gagasan atau visi desainer baik dalam konteks kerja perkayuan, busana, pembuatan wig, kelistrikan, rias pemain, perekaman dan pengolahan bunyi, lukis, dan menjadi pengelola dari kru artistik yang mengonstruksi “perangkat keras” pertunjukan teater.

Kru; sekumpulan teknisi yang menjalankan prosedur urutan kerja secara pantas dan sesuai waktu tersedia dengan tepat dan terlatih, memahami tanda bunyi atau cahaya dan pergantian dekorasi, mengawasi peletakan dan pengembalian peranti dan membagi tugas, mencuci, memperbaiki, dan mengganti busana.

Mengelola panggung; menjalankan produksi pementasan dengan semua kompleksitasnya pada saat dan selepas pementasan.

Mengelola gedung; termasuk bertanggungjawab dalam hal menjaga pintu masuk, penataan kursi penonton dan semua hal yang membuat penonton nyaman. 

Terdapat satu tugas yang tidak dapat ditempatkan saat proses produksi, padahal merupakan hal terpenting dari seluruh produksi. Pekerjaan ini adalah penulis lakon -  dan untuk teater musikal adalah penulis komposisi – yang mana memliki kelas tersendiri. Kegiatan penulisan ini mengambil ruang dan waktu yang berbeda, kadang di negara, benua lain dan kadang dari abad berbeda sebelum produksi terinspirasi darinya.

Tentu saja, kerja dalam teater perlu dibagi seperti daftar di atas. Dalam setiap produksi, beberapa orang melakukan pekerjaan lebih dari satu, misalnya pekerja yang membuat dekorasi tetapi sekaligus menjadi kru. Dan merupakan hal yang tak lumrah bagi seorang penulis lakon menyutradarai sendiri karyanya, tidak lumrah juga bagi sutradara menjadi pemeran dalam produksi yang ia laksanakan, dan bagi desainer membuat apa yang telah ia rancang. Pada beberapa produksi yang sifatnya perayaan, seniman teater multitalenta mengambil beberapa peran dalam bidang pekerjaan berbeda. Misalnya, Aeschylus di masa Yunani Kuno, dan Moliere di abad ke 17 Paris, Perancis. Keduanya menulis, menyutradarai, dan bermain dalam naskah mereka sendiri, dan mungkin juga termasuk mendesain produksinya. William Shakespeare merupakan penulis lakon, aktor, dan pemilik-pendamping Lord Chamberlain’s Men di masa Elizabethan. Bertold Brecht merelovusi penulisan dan akting kemudian ia menulis dan menyutradarai lakonnya  setelah Perang Dunia II. Dan kini, seniman serba bisa Tracy Letts telah memenangkan beberapa penghargaan baik sebagai penulis lakon maupun aktor.

Teater, selain itu, juga merupakan kerja yang tak berkaitan langsung dengan lakon/permainan (play). Atau, katakanlah, tidak hanya lakon/drama saja. Sebuah “lakon/permainan” merupakan, secara umum, kata yang digunakan untuk mendeskripsikan produk utama kerja teater. Jadi kata itu merujuk pada aktivitas anak-nak yang “memainkan games” dan orang dewasa yang “memainkan peran” atau “bekerja dalam permainan/pementasan” sebagai profesi. Hal ini bukanlah merupakan suatu kebetulan. Kata dalam bahasa Perancis “jeu”, Jerman, “spiel”, Hungaria “jatek”, Mandarin, “xi”, dan bahasa Latin “ludi” semuanya berbagi makna sebagaimana “play” dalam bahasa Inggris yang merujuk pada permainan anak-anak dan lakon dramatik yang dimainkan. Jadi, teater merupakan sebuah pekerjaan, tetapi di sisi lain juga semacam permainan, hal ini penting bagi kita untuk mengetahui mengapa demikian adanya.

Teater dan games memiliki sejarah beririsan. Keduanya lahir sebagai perayaan di Yunani; festival tetaer Dionysian dan permainan Olympian atau olahraga, di mana keduanya merupakan perayaan budaya besar pada masa Yunani Kuno, masing-masing berbentuk kompetisi bagi orang-orang piawai. Orang-orang Roma menyatukan olahraga dan teater inu menjadi sirkus publik, di mana keduanya ditampilkan silih-berganti, seringkali dalam bentuk kompetisi di antara keduanya. Berikutnya setelah satu milenium kemudian, orang London di masa Shakespeare membangun “playhouse” yang mengakomodasi produksi drama di satu hari dan tontonan “bearbaiting” (semacam adu banteng) di hari berikutnya. Keterkaitan antara drama dan atletik hari ini masih hadir dalam kehidupan kita melalui TV di mana kita bisa menyaksikan drama seri dan komedi sementara saluran lain menyiarkan langsung pertandingan basket, sepak bola, dan olahraga lainnya. Di sisi lain, atlet profesional dan seniman panggung berada di antara orang-orang yang umumnya memiliki bayaran tinggi dan disebut selebritis di zaman modern. Banyak pensiunan olahragawan yang menjadi aktor sebagai karir keduanya.

Kaitan antara games dan teater terbentuk pada masa awal kehidupan. “Permainan anak” dapat bersifat kompetitif sekaligus atletik, selain itu juga kreatif dan imitatif. Anak-anak suka bergaya busana, meniru mimik orang, atau dalam banyak cara berpura-pura menjadi orang lain – dapat dikatakan, mereka sangat teatrikal. Permainan semacam ini juga merupakan edukasi karena membantu mereka mempersiapkan diri jika satu saat ketika sudah dewasa perlu bermain peran (pura-pura menjadi orang lain). Sejalan dengan menuanya manusia, games yang tadinya tak terstruktur dan spontan menjadi instruksional dan tertata. Kadang-kadang apa yang kita pelajari dalam sebuah permainan adalah hal yang sangat serius. Permainan petak umpet, sebuah permainan yang menyenangkan dan mengasyikkan, juga menawarkan kesempatan bagi anak untuk mengatasi rasa takutnya – bayangan buruk jika berpisah dari orang tua, atau keadaan cemas dalam keterpisahan sebagaimana yang ada dalam ilmu psikologi. Petak umpet membolehkan anak untuk mengalami keadaan cemas dalam keterpisahan dengan melawannya melalui berada di tempat yang aman. Dalam hal ini rasa takut telah kehilangan kekuatan menakutkannya. Beberapa permainan berdasar pada kegelisahan yang serius dan melalui aksinya ketika bermain, pemahaman anak-anak secara bertahap tumbuh atas tantangan dan ketakpastian hidup yang mesti ditanggulangi. Di dalam lakon dan permainan teater seringkali menyajikan peran yang sama – seperti perasaan anak-anak yang sedang dalam permainan - bagi orang dewasa. 

Drama dan games, sebagai tambahan, terhubung dalam konteks bahwa mereka berada di antara sedikit jenis pekerjaan yang menarik banyak minat para amatir. Kata “amatir” kadangkala terdengar negatif, namun secara sederhana dapat dimaknai sebagai, “seseorang yang bertindak karena kecintaannya”. Seniman teater amatir yang berpartisipasi dalam sebuah produksi tidak melakukannya sebagai profesi, tetapi karena memang mereka mencintainya. Dan banyak sekali orang yang mencintai teater! Drama dan games menawarkan kesempatan menarik untuk pelibatan fisik secara intens, kompetisi yang ramah, ekspresi diri, dan penggunaan emosi, semuanya dalam situasi dan kondisi yang dibatasi oleh aturan yang ketat dan logis. Penonton, pada gilirannya, suka mengamati tontonan yang bergairah. 

Teater dan permainan anak juga memiliki perbedaan penting. Tidak seperti game yang hasil akhirnya masih terbuka, setiap teater sudah memiliki konklusi sebelumnya. Gambarannya, club The Giants belum tentu memenangkan Super Bowl tahun depan, tetapi Hamlet jelas akan meninggal pada babak kelima. Kerja teater, tentu saja, terdiri atas usaha untuk menjaga Hamlet ketika dia masih hidup agar perjalanannya seolah lebih lama sebelum menuju kematian atau bahkan kematiannya mengejutkan (tak terduga). Kita semua tahu bahwa Hamlet akan meninggal, tetapi kita tetap masih merasakan pengaruh emosional ketika hal itu terjadi. 

Akhirnya, kita dapat mengatakan bahwa teater adalah seni membuat lakon menjadi karya – secara spesifik menjadi karya seni. Hal ini merupakan kerja yang menggembirakan, benar saja, dan biasanya menginspirasi dan merevitalisasi energi dan imajinasi semua orang yang berpartisipasi. Namun tetap saja ini adalah kerja dan itulah tantangannya. (**)


Share This :

0 komentar