BLANTERWISDOM101

Menyutradarai Aktor: Sebuah Catatan

Rabu, 29 Maret 2023


Oleh: Judith Weston

(diterjemah bebas oleh Eko Santosa dari bagian Introduksi buku, Directing Actors Creating Memorable Performances for Film and Television, tulisan Judith Weston, terbitan Michael Wiese Production tahun 1996)

Sutradara dalam Bahaya

“Aku tahu sepenuhnya apa yang aku inginkan, tetapi aku tidak bisa menyatakannya.” 

“Kupikir, aku telah menjelaskan dengan baik apa yang aku inginkan, dan sang aktor berkata, ‘Ya saya mengert’, namun kemudian ia tidak melalukan apa yang telah dibincangkan. Jadi aku terpaksa harus selalu mengulangi pengarahan dan penampilannya malah menjadi semakin jelek.” 

“Sang aktor adalah bintang dan ia tidak mau melakukan latihan, tidak mau mematuhi arahan. Ia melakukan sesuai kehendaknya dan seperti itulah adanya.”

“Bagaimana aku membangun kredibilitas di depan aktor pada hari pertama latihan?” 

“Kadang-kadang aku mengakui bahwa sesuatu salah dan berjalan tidak semestinya, namun aku tidak tahu apa yang mesti aku lakukan.” 

“Seberapa sering aku harus mengarahkan mereka? Berapa sering pula mereka menjelaskan padaku?” 

“Kadang-kadang, di bawah tekanan pekerjaan yang terjadi di lokasi, sangatlah sulit melihat kepiawaian penampilan para aktor – aku tidak dapat dengan jernih menyakasikan apa yang sesungguhnya terjadi di depan mataku.” 

“Persoalan produksi dan keuangan menghabiskan banyak energiku, jadi ketika aku berada di lokasi aku telah lelah, aku tak lagi memiliki kecukupan energi pada saat itu.” 

“Pada drama televisi berseri, para aktor tetap sudah tahu watak tokoh yang mereka perankan, mereka tidak perduli dengan pengarahan.” 

“Bagaimana aku harus mempertahankan kualitas penampilan secara konsisten, menempatkan ini di sini dan menetapkan itu disana?” 

“Kupikir, aku bicara terlalu banyak. Sangat mudah bagiku untuk mengarahkan seseorang berdasarkan perannya, namun aku berbicara terlalu banyak.” 

“Kupikir aku terlalu berlebihan dalam mengarahkan.” 

“Bagaimana latihanmu? Kapan kamu mesti mengatakan apa?” 

“Aku ingin tahu bagaimana memberikan solusi yang tepat bagi para aktor, satu kata yang membuat penampilannya jadi hidup.” 

“Di manakah tombol yang dapat dipencet untuk mendapatkan hasi secara cepat?” 

“Apa yang aku lakukan ketika arahanmu berhasil pada saat latihan namun gagal pada saat pengambilan gambar?” 

“Para aktor menyukaiku dan aku merasa nyaman berada di lokasi, namun ketika aku berada di ruang editing semuanya terlihat payah, tidak sesuai harapan.”

“Kupikir aku terlalu berlebih dalam latihan.” 

“Ketika kita tak ada waktu, di mana mesti mendapatkan pasokan energi?” 

“Aku tidak mau berbuat seperti itu, namun aku tidak punya pilihan lain.”

Para sutradara menghendaki jawaban singkat dari pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, agar dapat belajar menyutradarai dengan jalan singkat, Anda mesti perlu mempelajarinya melalui jalan panjang, dan kemudian terus berlatih hingga bisa melakukannya dengan lebih cepat. Untuk mendapatkan solusi sederhana memerlukan kerja keras. Jika hal ini terjadi pada Anda pada saat permulaan dan kemudian Anda berjuang keras untuk mendapatkannya lagi, artinya Anda tidak memiliki keterampilan selain keberuntungan sebagai pemula. Atau mungkin Anda berada pada kurva belajar di mana selalu dua langkah ke depan dan selangkah mundur (mungkin malah selangkah ke depan, dua langkah mundur).

Sesungguhnya, sama sekali tidak ada jalan pintas. Tidak ada cetak biru pekerjaan dengan para aktor yang dapat Anda gunakan di lain waktu, jadi tidak bisa Anda berkata, “Aku akan melakukan hal ini dan hal itu sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik.” Namun demikian, ada prinsip-prinsip, ada keterampilan, ada banyak kegembiraan, persiapan yang merepotkan – dan kemudian Anda mendaki karang tanpa sedikitpun ekspektasi apakah akan berjalan dengan baik atau tidak, bersiaplah pada momen di mana para aktor berada dan siap bekerja, bersiagalah untuk melakukan apa yang telah Anda persiapkan dengan baik, setiap detail jika perlu.

=== bersambung ===

Share This :

0 komentar