BLANTERWISDOM101

Gaya Akting

Rabu, 16 November 2022


 Oleh: Ozdemir Nutku

Diterjemah oleh Eko Santosa dari: http://www.tiyatrokeyfi.com/gorusler/styleinacting.html

John Gielguld satu kali pernah berkata, “Gaya adalah penanda dari jenis lakon yang Anda mainkan”. Aktor muda tidak selalu memahami secara instinktif jenis drama yang mereka mainkan atau bagaimana mengenali ciri-ciri gaya. Salah satu alasan dalam hal ini adalah terbatasnya jalan (cara) yang dapat dipahami aktor untuk menuju akting “natural” atau “jujur” yang dikatakan sebagai landasan dasar akting. Seorang aktor harus melakukan apa yang disebut sebagai identitas emosi dan perasaan personal tokoh secara konsisten. Dengan demikian, sepanjang abad ini, pelatihan akting didominasi oleh apa yang disebut sebagai teknik realistik, sebuah teknik yang mengedepankan konsentrasi atas perasaan dan emosi personal. Kondisi ini mendominasi persepsi bahwa drama realisme memerlukan keterhubungan erat antara akator dan tokoh yang diperankan sehingga aktor harus menjadi tokoh dalam dunia nyata lebih dari sekedar memainkan tokoh dalam jalinan peristiwa teatrikal. Sementara teater masih terus berkutat dengan narasi tentang “lakon”, “bermain”, dan “pemain”, hubungan antara proses akting dan konsep lakon cenderung tenggelam dalam “kenyataan” teater.

Kebutuhan akan kebenaran, kejujuran, dan tanggung jawab harus bergandengan dengan penjelasan bahwa aktor yang komplit harus bisa memainkan beragam peran dalam berbagai pementasan drama – dari Aeschylus ke Beckett atau dari Aristopanes ke Tabori – dan bahwa perwatakannya merupakan tokoh dalam lakon, sebuah topeng penutup aksi, bukan “orang” yang sesungguhnya. Hal ini bukan untuk mengabaikan posisi emosi karena emosi itu mesti dirangsang sekaligus dikomunikasikan melalui aksi. Pada saat yang sama akan teryakinkan bahwa ketika aktor berada dalam intensitas emosi yang cukup, secara otomatis hal ini akan terkomunikasikan dalam sebuah aksi. Namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa karena emosi tidak terlihat, maka harus dimunculkan melalui aksi verbal.

Lakon menggambarkan aksi dan topeng (ekspresi) membutuhkan adaptasi tingkah-laku untuk memenuhi kebutuhan akan gaya dari lakon-lakon yang berbeda. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bagi aktor untuk mengadopsi topeng yang tepat sesuai peristiwa yang dilakonkan dan tidak selalu menyajikan topeng yang sama seperti, misalnya, gayanya Ibsen atau Chekhov saja. Karya Sophocles, Shakespeare, Moliere, Schiller, Beckett, Brecht memiliki identitas tersendiri dan hal ini secara umum dapat dikatakan sebagai gaya. Kata kunci gaya terdapat dalam teks. Untuk mengenalinya, aktor harus mengetahui maksud dan tujuan teks tersebut dituliskan; ruang teatrikalnya, ruang sosialnya, dan politk yang melingkupinya. Selain itu juga arsitektur dan busana, konvensi sosial dan teatrikal dan seluruh rasa dan kualitas fisik dari periode lakon yang menginformasikan sensibilitas penulis.

Teknik akting dasar umumnya dapat diterapkan dalam seluruh gaya teater yang ada di mana gerak hati (rangsang) akan membimbing aksi (laku) dan aksi akan melahirkan peristiwa. Setiap kreasi laku yang ada bermula dari rangsangan. Mungkin hal ini hanyalah sebuah gagasan, mungkin juga hanya penggambaran, mungkin pula berasal dari imajinasi murni, atau, sesuatu yang akan dilakukan aktor atas responsnya terhadap teks. Sebuah rangsang adalah pergerakan menuju aksi; jika seorang aktor ingin mengomunikasikan rangsang yang ada pada dirinya, maka ia harus melalukan sesuatu, yaitu beraksi. Memainkan peran memerlukan tubuh untuk merespon rangsang, seolah memberikan busana pada rangsang agar terlihat bentuk fisiknya – yang mana akan membuatnya menjadi lebih kuat dan lebih nyata daripada sekedar gagasan atau perasaan.

Fokus aktor, kemudian, sepanjang permainan, bergantung pada apa yang ia lakukan – membuat pilihan gerak badani utuk mengekspresikan intensitas rangsangan. Interelasi dari keseluruhan pilihan gerak badani tersebut membentuk peristiwa. Di atas panggung, peristiwa atau jalinan aksi adalah konstan – hasil akhir dari seluruh pilihan gerak badani telah ditentukan pada saat latihan. Bagaimanapun juga, cara memainkan jalinan aksi akan sangat bervariasi dalam setiap pementasan karena selalu ada celah di dalamnya yang memungkinkan aktor untuk merespon secara spontan perubahan suasana yang terjadi karena aksi aktor lain atau reaksi penonton. Hal ini merupakan aspek tersendiri dalam permainan yang dapat menjaga vitalitas pertunjukan. 

====(bersambung)====


Share This :

0 komentar