Artikel ini akan sekilas membahas garis penghubung antara akting dan kenyataan dan bagaimana keduanya saling bersandingan. Seseorang ketika menonton televisi, pergi ke gedung bioskop atau teater bertujuan untuk mendapatkan hiburan. Hal ini didukung fakta bahwa memang seringkali terjadi di mana kehidupan nyata terasa datar dan membosankan. Bayangkan saja jika Anda menyaksikan sebuah film tentang kehidupan sehari-hari seseorang yang begitu-begitu saja. Kemungkinan Anda akan terlelap sebelum 10 menit film berjalan. Diakui atau tidak, secara fakta, sebagian orang menganggap bahwa kehidupan pribadinya kurang menarik.
Hal inilah yang mendorong orang-orang untuk mencari hiburan, secara khusus, di gedung bioskop, televisi atau panggung pertunjukan teater. Kita memang memerlukan tontonan hiburan untuk mendapatkan kesenangan, namun pada saat yang sama, secara nyata, kita juga menghendaki kehidupan kita semenyenangkan tontonan yang disaksikan. Jika Anda menyaksikan film televisi tentang perampok dan polisi dan tetiba di dalam cerita tersebut tokoh polisi favorit Anda ditendang oleh perampok jatuh dan langsung ditembak mati, Anda pasti akan terkejut, tidak terima dan merasa bahwa ada yang salah dalam tontonan tersebut. Sebuah tontonan, oleh karena itu mesti berdasar pada kehidupan nyata, namun sekaligus menyenangkan. Hal ini merupakan sebuah tantangan besar dan tidak mudah untuk dilakukan.
Pekerjaan terberat para aktor adalah ketika mesti mengusung kenyatan hidup namun tetap menarik dan tidak menyebabkan penonton tertidur. Sebuah contoh tugas yang sangat berat namun hal semacam itu bisa dan sangat mungkin terjadi.
Marilah kita ambil contoh adegan seorang polisi pahlawan yang sedang menginterogasi seorang tersangka. Pada permulaannya polisi tersebut kurang mampu menggali banyak jawaban dari tersangka. Sementara itu, sang polisi paham bahwa ada aturan di mana kegagalan interogasi akan membuat kasus tidak dapat diangkat ke pengadilan, bahkan dapat membawa akibat yang lebih buruk, yaitu, kepolisian bisa dituntut balik. Namun, saat interogasi sudah berjalan panjang dan melelahkan, si tersangka, seperti pada kasus pembunuhan umumnya, mengakui perbuatannya sambil tersenyum. Sang polisi pahlawan murka karenanya dan ia ingin membanting si tersangka ke lantai. Secara kehidupan nyata, menurut hukum, polisi tidak boleh melakukan itu karena memang tidak perlu melakukannya. Seorang aktor yang baik dapat memperlihatkan emosi dan keinginan polisi yang saling bertentangan pada tersangka tersebut. Mungkin ia bisa menampilkan sisi luar emosinya sesaat namun kemudian menghentikannya agar terlihat rasa kebenciannya atas tersangka melalui tatapan matanya. Inilah yang disebut akting yang baik di mana seorang aktor mampu menjembatani celah antara kenyataan dan kemenarikan drama. Jika digabungkan dengan ilustrasi musik yang padu, maka adegan tersebut akan memberikan dampak nyata bagi penonton dan sulit untuk dilupakan.
Untuk dapat menampilkan kenyataan, seorang aktor mesti membayangkan bagaimana ia akan mengkonfrontasi orang semacam tersangka tersebut. Banyak aktor berpikir keras ketika harus memainkan adegan semacam ini sehingga terkadang merasa kesal. Sama seperti ketika seorang aktor mesti melakukan akting menangis, maka ia akan memikirkan sesuatu yang membuatnya sedih. Hal ini merupakan latihan yang umum dikerjakan oleh para aktor.
Fakta menyatakan, semua tontonan, bahkan fiksi sains, sebagiannya berdasar pada kehidupan nyata, termasuk di dalamnya emosi riil yang dimiliki semua manusia. Kemampuan untuk menampilkan emosi secara nyata dengan cara yang menarik membuat seorang aktor atau performer sulit untuk dilupakan. (**)
diterjemah oleh Eko Santosa dari: http://EzineArticles.com/?expert=Michael_Russell
0 komentar