BLANTERWISDOM101

Perkara Metode Latihan Peran - 2

Rabu, 25 Mei 2022

 


Oleh: Eko Santosa

Penerapan metode latihan peran yang menjadi wilayah pelatih ini tidak serta merta terus bertepatan digunakan bagi semua peserta latihan. Dalam perjalannya menemukan metode pemeranan yang tepat, Stanislavsky juga mengalami kegagalan. Untuk itulah ia senantiasa menyelidiki dan mencoba metode pemeranan yang tepat dan sekiranya dapat digunakan oleh semua calon aktor. Namun demikian, pada akhirnya tidak semua metode tersebut dianggap tepat. Michael Chekhov merasakan ketidaksukaannya (gagal) pada metode sense of memory dan hal ini pun juga diakui oleh Stanislavsky yang kemudian mencoba melengkapinya dengan metode imajinasi peran. Pengalaman Stanislavsky ini memberikan gambaran bahwa metode latihan peran mestinya tumbuh berkembang sesuai dengan situasi, kondisi, dan sumber daya manusianya.

baca juga : Perkara Metode Latihan Peran - 1

Satu hal yang patut mendapatkan perhatian adalah upaya Stanislavsky yang tidak pernah mau berhenti untuk terus menggali metode latihan peran. Usaha-usaha ini ia lakukan agar semua calon aktor dapat menempuh latihan secara prosedural, logis, dan mencapai tujuan. Dengan demikian, semua persoalan yang muncul dalam latihan pemeranan mesti dapat dijawab dan diterima nalar. Sementara sampai hari ini masih sering kita jumpai di lapangan, di mana pelatih tidak mampu menjawab pertanyaan peserta selain hanya menyuruhnya untuk melakukan ini dan itu untuk mencapai kualitas peran yang baik. Umum masih dijumpai pola latihan suara seperti melafalkan huruf vokal tanpa diketahui alasan atau latar belakang pemikiran mengapa harus seperti itu. Atau pola-pola latihan olah tubuh yang mesti dijalani oleh peserta, sementara olah tubuh yang dilatihkan tersebut tidak digunakan dalam bermain peran. Hal-hal semacam ini tidak pernah diurai secara logis mengapa mesti dilakukan namun tetap saja dijalani di mana pelatih memberikan instruksi dan peserta melakukannya. Satu hal yang secara mendasar bertentangan dengan seni peran di mana semua gerak-laku peran dalam pementasan mesti dapat dijelaskan (logis diterima oleh penonton).

Gambaran tersebut memberikan informasi bahwa sang pelatih sesungguhnya hanya menerapkan pola latihan yang pernah ia lakukan di bawah bimbingan pelatih sebelumnya. Tanpa ada interpretasi ulang atau kajian mendalam ia kemudian melatihkan hal tersebut kepada para peserta latihan yang ada di bawah bimbingannya. Hal ini jelas berbeda dengan perjalanan sistem Stanislvasky yang selalu mengalami pembaruan atau interpretasi ulang oleh para muridnya untuk kemudian dijadikan metode personalnya. Misalnya, Bolelawsky menggali lebih dalam pada aksi fisik dan ingatan emosi yang kemudian digali secara mendalam oleh Lee Strasberg dengan penekanan pada memori afektif. Di sisi lain, Stela Adler yang langsung menemui Stanislavky secara pribadi lebih mendalami perihal imajinasi untuk menghidupkan peran. Dapat dikatakan hampir semua murid, anak murid, dan cucu murid baik berguru langsung ataupun tidak langsung mencoba menginterpretasi ulang, menemukan pemahaman (logika) dari metode latihan perannya masing-masing.

Setiap pelatih peran mesti mau dan mengembangkan metode latihannya karena pada prinsipnya setiap peserta adalah individu yang berbeda. Di dalam teori belajar ada orang yang mudah mencerna materi pelajaran secara auditif, ada yang visual, ada yang kinestetis, dan ada yang percampuran di antaranya. Pendalaman peran di dalam teater dimulai dari mindset. Artinya pemikiran dan pemahaman tentang apa itu peran dan apa itu akting menjadi dasar dari semua proses berikutnya. Ketika akting dipahami sebagai pura-pura menjadi orang lain, seperti yang umum masih dijumpai hari ini, maka permainan peran yang dihasilkan pun akan pura-pura. Sementara itu, banyak tokoh seni akting, Al Pacino satu di antaranya, mengatakan bahwa akting adalah seni bermain peran yang mesti dilakukan dengan jujur. DW Brown lebih tegas menyatakan bahwa kejujuran dalam seni peran lebih hebat daripada kualitas akting yang diakui baik oleh awam namun dilakukan dengan kepura-puraan. Jadi sekali lagi, pemahaman dasar pelatih  tentang apa itu seni peran dalam teater menjadi pusat dari seluruh metode pelatihan peran yang ia gunakan.

=== bersambung ===

Share This :

0 komentar