BLANTERWISDOM101

Refleksi Teater Akhir Tahun

Jumat, 31 Desember 2021

 


Oleh: Eko Santosa

Pada masa di mana panggung mesti kehilangan penontonnya, teater menjadi sepi. Kehendak kreatif yang selalu mendesak mesti berkompromi dengan keadaan. Keterkaitan teater dan panggung terputus dengan penuh paksaan. Gairah pementasan yang selalu tumbuh itu mesti berkompromi dengan panggung lain yang sesungguhnya tak nyata namun dianggap ada. Pada masa ini semua pelaku teater gelisah ingin menyalurkan ekspresi kreatifnya, namun mesti berkompromi dengan media. Mereka tak lagi bisa berkarya seperti biasanya. Pada masa ini, teater harus berubah menjadi pertunjukan yang tak dapat langsung dilihat oleh mata penonton dalam aktivitas sewaktu. 

Kondisi yang memaksa teater untuk berubah tidak serta-merta melahirkan perubahan total dalam teater. Keterkaitan dengan panggung bagi sebagian pelaku teater tidak bisa dipisahkan lagi meski hanya disaksikan oleh mata kamera. Sementara bagi pelaku teater lain, mata kamera menjadi panduan baru dalam berekspresi teatrikal, meski untuk itu garis batas panggung menjadi hapus. Pada sisi lain, sebagian pelaku mencoba tetap tidak meninggalkan panggung tetapi juga mengikuti panduan mata kamera. Kesemuanya berusaha agar teater tetap ada di masa kumpul-kumpul menjadi larangan.

Ketakberubahan total pada diri teater menyisakan satu semangat baik bahwa teater memang tidak bisa dicabut dari panggung. Sementara yang berusaha untuk berubah juga memiliki semangat baik agar eksistensi teater tetap terjaga meski melalui media berbeda. Namun keduanya memiliki satu ketetapan yang sama mengenai konten teater. Ekspresi kata-kata, alir cerita, gerak-gerik para aktor seolah tiada beda. Teater ya seperti itu, tak lain, tak bukan.

Eksplorasi teater yang pernah meledak-ledak bahkan hingga sampai dibredel karena memerahkan kuping penguasa tak muncul di permukaan. Ekspresi teater yang mampu meneror pikiran dan perasaan hingga mengakibatkan rasa bergidik bahkan jijik bagi penonton tak dijumpai. Konsep-konsep aneh yang membalikkan logika sekaligus berani tampil jelek demi sebuah gagasan tak lahir, padahal kondisi telah kritis. Sekali lagi, teater ya seperti itu, tak lain, tak bukan. Semuanya seolah sudah nyaman dengan jalannya. 

Tapi benarkah demikian? Mari bersama kita buktikan bahwa itu tidak benar. Kapan? Secepatnya! Mengapa demikian? Agar teater tidak mati suri di kasur kenangan. Agar teater tak benar-benar ditinggalkan penonton ketika masa sulit ini berakhir. Agar teater berani menghadirkan daya ledaknya dan tidak terlena dengan kata-kata manis nan dramatik atau tawa semu penghilang sementara problem nyata hidup. Agar teater kembali mencuatkan ekspresi artistik yang layak diperhitungkan dan diperbicangkan dan bukan sekedar lomba ekspresi atas segala hal yang pernah dilakukan sebelumnya. Agar teater tetap dibutuhkan masyarakat karena kenakalannya melahirkan kesadaran. Lalu apa yang mesti kita lakukan? KEMBALI BELAJAR!! (**) 


Share This :

0 komentar