Malam
ini TbR kembali mengadakan latihan dari rumah melalui WA Group. Materi utama
latihan adalah “Penyesuaian Adegan” di mana setiap orang menyesuaikan adegan
yang diberikan secara berantai menurut pandangan atau pendapatnya
masing-masing. Karena proses penyesuaian dilakukan secara berantai dalam arti
melalui beberapa tahap dan pikiran serta imajinasi bisa jadi adegan pertama
yang diberikan akan berbeda jauh dengan adegan pada tahap penyesuaian terakhir.
Inti dari latihan ini adalah mengobservasi dan mempelajari sekaligus melalukan
kritik atas adegan tersaji.
Jalannya
latihan adegan awal diberikan untuk dsesuaikan oleh Bagus. Setelah itu adegan
hasil penyesuaian dari Bagus disesuaikan oleh Daniel. Dari Daniel lanjut ke
Dinu, Andri, Galang, Awis, Tatag, Aji, Benny, dan terakhir Dilla. Hasil
penyesuaian adegan di bawah diambil dari adegan penyesuaian awal dan terakhir.
Adegan
awal: Parno pergi ke kantor jalan kaki. Di tengah jalan bertemu Misno teman
lamanya. Mereka kemudian berbicara tentang bisnis masing-masing. Misno rupanya
penjual ayam. Kadang ayam goreng tetapi tidak jarang juga ayam hidup. Saat
mereka bicara, Surtigan lewat dengan motor balapnya. Ia ngebut, menoleh ke
Parno dan Misno, meneriaki mereka dan akhirnya terjungkal, motornya
terjerembab.
Penyesuaian:
Parno pergi ke kantor jalan kaki. Dia menggunakan sepatu baru yg semalam
dibelinya di malioboro. Di tengah jalan bertemu Misno teman lamanya. Kala itu Misno
sedang berdiri menunggu bis yg biasa menjemputnya bekerja. Mereka kemudian
berbicara tentang bisnis masing-masing. Misno rupanya penjual ayam. Kadang ayam
goreng tetapi tidak jarang juga ayam hidup. Saat mereka bicara, Surtigan lewat
dengan motor balapnya. Ia ngebut dengan kecepatan 300 km/jam, menoleh ke Parno
dan Misno, meneriaki mereka dan akhirnya terjungkal, motornya terjerembab.
Penyesuaian terakhir: Tidak
seperti pagi biasanya, di mana Parno kerap mengendarai motor ke kantornya, pagi
itu dia pergi ke kantor dengan berjalan kaki sembari menikmati suasana kota
melihati pohon di pinggir jalan yang semakin rimbun dan berembun. Semalam
memang dia baru saja membeli sepatu baru di Malioboro dengan uang yang diberi
oleh orang tuanya. Sayang betul kalau jejalan pagi itu tidak dia tingkahi
dengan jumawa. Meskipun pagi itu cukup dingin namun dengan melawan rasa dingin
itu dia tetap melangkah sok gagah dan langkah yang mantap dan tegap, tak
mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Sesekali dilihatnya sepasang sepatu
barunya, lalu tersenyum, dan kembali berjalan. Ketika melewati perempatan,
terbersit seseorang yg pernah ia kenal di pandangannya, langkahnya terhenti
sejenak dan memperhatikan tingkah lakunya, terbersit dia seperti mengenalnya
dan dengan ragu-ragu. Ketika ia menoleh rupanya orang itu adalah Misno, teman
lamanya. dengan gembira Parno lalu memangilnya dengan sebutan "bajingan, Misno
kowe". Kala itu misno sedang berdiri menunggu bis yg biasa menjemputnya
bekerja, Kopata jalur 4, agak lama ia menunggu bis itu. Misno pun kaget dan
memeluk Parno. Parno dan Misno dulu teman satu pesantren. Namun semenjak lulus
pondok, mereka menjalani hidup mereka masing-masing dan tak pernah berkabar lagi.
Nasib mereka berdua jauh berbeda, Parno yang mengenakan kemeja perlente
berwarna biru muda, berbanding terbalik dengan Misno yang hanya mengenakan kaos
bekas partai pemilu 1999. Walaupun begitu mereka berdua tetap terlihat akrab
tanpa mempedulikan penampilan satu sama lain. Mereka kemudian berbicara tentang
bisnis masing-masing. Misno rupanya penjual ayam. Kadang ayam goreng tetapi
tidak jarang juga ayam hidup utuh berserta jeroannya, cukup laris katanya
karena dia mendapat istri benama Suminah yang jago mengolah ayam itu. Misno
sudah berkeluarga setahun setelah dia lulus dari pesantren, sementara Parno
masih jomblo karena pilihannya sendiri. Di tengah pembicaraan mereka yang
semakin hangat, tiba-tiba mereka mendengar suara motor dengan knalpot bombongan
yang sangat riuh. Ternyata itu adalah Surtigan si "Playboy Pesantren"
lewat dengan motor balap berwarna oranye gonjreng yang dia dapatkan dari hasil
menang judi karena nomer hongkong yang ia dapat dari mimpi semalam tembus . Ia
ngebut dengan kecepatan 300 km/jam dengan pongahnya dan hanya menggunakan satu
tangan, seolah jalanan adalah miliknya belaka. Tiba-tiba dia menoleh ke Parno
dan Misno, meneriaki mereka dengan kata "WOY KERE!" dengan maksud
jumawa namun akhirnya malah terjungkal karena tidak melihat ada lobang aspal yg
cukup besar di depannya, motornya terjerembab, ringsek, dan spionnya patah.
Bibirnya terantuk pinggiran trotoar yang berwarna biru putih. Seketika lima
gigi depannya rontok, diantaranya gigi seri, gigi taring, serta gigi geraham
paling depan, dan mulutnya mengeluarkan darah segar seperti darah ayam ketika
dipotong lehernya.
Jika diperhatikan dari
adegan awal yang diberikan telah terjadi penyesuaian berkali-kali. Kalau
disandingkan adegan awal dengan hasil akhir adegan penyesuaian pasti terjadi
banyak perbedaan. Bukan adegan yang berbeda melainkan detail adegan yang
bertambah. Kemungkinan setiap penyesuai tidak menyangka bahwa ketika pada saat
adegan yang ia sesuaikan itu disesuaikan oleh teman yang lain, hasilnya sangat
di luar dugaannya. Inilah proses penelisikan adegan yang biasa terjadi di
kepala penonton ketika adegan di atas panggung dilangsungkan. Ada detail-detail
yang mungkin ingin ia tambahkan namun tak terucapkan. Proses semacam inilah
yang dikehendaki dalam teater pembelajaran. (**)
Share This :
0 komentar